Di Balik Minuman Isotonik

Di Balik Minuman Isotonik

Minggu, 29 Juni 2008 | 03:00 WIB

Oleh Lusiana Indriasari

Minuman isotonik semakin gencar menyerbu pasaran. Melalui iklan, produk
ini dicitrakan mampu mengganti cairan tubuh yang hilang dalam waktu
singkat. Di balik kesan kesegarannya, minuman isotonik dapat berbahaya
apabila dikonsumsi sembarangan.
Sebuah iklan minuman isotonik di televisi mengatakan, ion di dalam
isotonik mampu menjaga kelembapan kulit dan tubuh lebih baik daripada
air biasa. Iklan lain menyebutkan, kehilangan dua persen cairan tubuh
akan menurunkan stamina dan konsentrasi.
Dosen pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Institut Pertanian
Bogor, Fransiska Rungkat Zakaria, mengatakan, iklan produk isotonik
sebagian menyesatkan masyarakat.
Di iklan, seolah-olah isotonik bisa diminum siapa saja dan dalam kondisi
apa saja. Padahal, Fransiska mengingatkan, isotonik tidak bisa
dikonsumsi sembarangan karena minuman ini mengandung garam natrium
(NaCl).
“Coba perhatikan labelnya, pasti ada kandungan Na dan Cl nya,” tutur
Fransiska. Ia menambahkan, minuman isotonik itu tidak lain adalah
larutan garam. Oleh produsennya, larutan itu kemudian diberi tambahan
zat lain, seperti vitamin.
Ion yang disebut-sebut sangat bermanfaat bagi tubuh sebenarnya juga
tidak hanya terkandung pada isotonik. Setiap garam yang dilarutkan dalam
air, kata Fransiska, pasti akan berubah menjadi ion Na dan ion Cl.
“Jadi, ion yang terkandung dalam sayur lodeh dengan ion dalam isotonik
itu sama saja,” tutur Fransiska.
Karena berisi garam, isotonik tidak boleh diminum sembarangan. Apabila
berlebihan, kadar garam dalam tubuh akan menyebabkan tekanan darah
tinggi atau hipertensi. “Bila sudah kena hipertensi, tinggal menunggu
saja bagian tubuh mana yang jebol duluan,” kata Fransiska.
Dari makanan
Apabila tubuh kita berkeringat, natrium dan klorida yang terkandung
dalam cairan tubuh ikut keluar melalui pori-pori kulit. Jika kedua zat
itu tidak digantikan, sel-sel tubuh kita lama-lama akan rusak dan mati.
Persoalannya, dari manakah zat natrium dan klorida itu diperoleh? Apakah
harus dari minuman isotonik? Jawabannya, tidak.
Menurut Fransiska, makanan yang kita konsumsi sehari-hari sudah cukup
untuk menggantikan natrium dan klorida yang keluar bersama keringat.
“Setiap kali masak, kita selalu menggunakan garam. Itu sudah cukup untuk
mengganti garam yang keluar dari tubuh. Bahkan berlebih,” papar
Fransiska.
Ia mengingatkan, dalam kondisi normal, tubuh orang dewasa hanya
memerlukan 2,3 gram natrium per hari, sedangkan klorida hanya 50-100 mg.
Pada anak-anak, kebutuhan dua zat itu lebih sedikit dibandingkan dengan
orang dewasa.
Apabila kita memasak tanpa garam, kebutuhan natrium dan klorida juga
sudah bisa dipenuhi dari bahan makanan. Ia mencontohkan, 1 ons daging
merah mengandung 70 mg natrium, sementara setiap 10 ons nasi mengandung
10 mg natrium.
Bahan makanan lain, seperti telur, daging ayam, kacang-kacangan, buah,
dan sayur, juga mengandung natrium. “Karena itu, pada kondisi normal,
kita tidak perlu lagi mengganti cairan tubuh dengan isotonik,” kata
Fransiska.
Fransiska mengingatkan, isotonik lebih cocok dikonsumsi atlet yang
menggeluti olahraga berat. Pada atlet olahraga berat, kebutuhan sodium
memang lebih tinggi dari orang biasa, yaitu 5-7 gram per hari.
Meski begitu, sebaiknya dihitung lebih dulu apakah natrium dan klorida
yang dibutuhkan atlet bersangkutan sudah cukup didapat dari makanan yang
dikonsumsi. Bila masih kurang, boleh saja ditambah dengan isotonik.
Di negara maju, kata Fransiska, ada lembaga yang meneliti dan menghitung
berapa jumlah natrium pada makanan yang dikonsumsi atlet. Hasilnya, menu
makanan yang dihidangkan tiga kali sehari itu sudah mengandung 6 gram natrium.
Mengecoh Meski isotonik tidak boleh dikonsumsi sembarangan, beberapa iklan produk
isotonik justru memakai model orang biasa (bukan atlet) sebagai konsumen
isotonik. Minuman isotonik itu juga ditenggak pada kondisi biasa saja,
seperti terjebak macet yang tidak selalu identik dengan keluarnya
ion-ion tubuh secara berlebihan. Bahkan disebutkan, tanpa menyebut
kondisinya, isotonik lebih baik dari air biasa.
Menurut Fransiska, iklan semacam itu sangat menyesatkan masyarakat.
Produsen boleh saja menarik pembeli dengan iklan yang kreatif, tetapi
dalam iklan juga harus dicantumkan informasi yang jelas, bukan informasi
menyesatkan.
Produsen seharusnya juga mencantumkan peringatan minuman itu mengandung
garam. Agar konsumen bisa mengambil keputusan terbaik, harus disebutkan
pula berapa jumlah garam yang dibutuhkan manusia per harinya.
“Memang produsen akan ribut. Kalau label itu diberlakukan, produk mereka
tidak akan laku. Meski demikian, jangan karena kepentingan ekonomi,
kesehatan masyarakat dipertaruhkan, ” kata Fransiska. Jadi, meski
kelihatannya menyegarkan, hati-hati bila ingin mengonsumsi isotonik.

Tinggalkan komentar

Belum ada komentar.

Comments RSS TrackBack Identifier URI

Tinggalkan komentar